JAKARTA, JABAR.RAGAMUTAMA.COM – Isu pelarangan kegiatan study tour oleh sekolah masih menjadi polemik. Dari tingkat gubernur, menteri, dan DPR masing-masing punya suara yang berbeda.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tetap melarang kegiatan study tour bagi siswa SMA dan sederajat di wilayahnya, meskipun Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti tidak mengeluarkan larangan serupa. Menurut Dedi, study tour yang selama ini berlangsung lebih bersifat rekreasi dibandingkan edukatif.
“Saya tidak melarang study tour dalam arti sesungguhnya, tetapi selama ini kegiatan itu lebih condong ke arah piknik,” ujar Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (24/3/2025) malam.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim mengatakan, semua pihak harus memahami ada perbedaan antara study tour dan field trip.
Satriwan menjelaskan, perbedaan terlihat dari tujuan dan waktu kegiatan yang melibatkan siswa pergi keluar sekolah.
“Yang pertama adalah yang naman kegiatan wisata siswa atau guru yang dikelola oleh sekolah. kegiatan wisata atau tamasya atau tur, yang sering disebut study tur itu esensinya adalah sebenarnya hanya kegiatan hiburan atau tamasya yang dikelola sekolah,” kata Satriwan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/3/2025).
Kemudian, study tour biasanya dilakukan pada momen-momen tertentu misalnya akhir tahun ajaran yaitu bulan Juni-Juli. Selain itu, study tour juga umumnya dilakukan pada akhir tahun.
“Nah sekolah-sekolah ini umumnya melakukan pungutan kepada orangtua murid dan sekolah-sekolah itu umumnya mewajibkan kepada muridnya ikut. Di sinilah letaknya kegiatan tur atau tamasya atau disebut studi tur yang memberatkan ekonomi orangtua,” ujar Satriwan.
Kemudian, publik juga harus mengetahui apa itu field trip (studi lapangan). Satriwan menyebutkan, field trip juga pergi ke luar sekolah dengan tujuan untuk pembelajaran.
“Kegiatan namanya studi lapangan/field trip, atau trip observasi atau di SMK itu namanya kunjungan industri atau kadang-kadang disebut juga sebagai karyawisata. Nah yang kedua ini adalah salah satu program akademik yang dibuat sekolah, bagian dari pelaksanaan kurikulum secara akademis, dan masuk ke penilaian kurikulum,” tambah Satriwan.
Field trip juga berbeda dari sisi waktu pelaksanaannya. Tak seperti study tour, field trip dilakukan sesuai dengan kalender akademik.
“Nah kunjungan industri ini, misal di SMK ini, memberikan pengalaman pembelajaran yang bervariasi kepada anak SMK karena memang kebutuhan mereka adalah bagaimana bekerja di dunia industri,” pungkas Satriwan.
Kegiatan field trip juga bersifat outdoor activity atau outdoor learning. Tempat belajar siswa tak hanya di kelas atau di ruang sekolah, melainkan bisa di lingkungan sekolah dari yang terdekat hingga yang terjauh.
“Jadi tempat belajar itu tak hanya di kelas atau ruang sekolah tetapi guru bisa mendesain kegiatan pembelajaran itu di luar sekolah yaitu di lingkungan sekolah, bisa di sekitar desa, bisa di sekitar kecamatan, bisa di satu kota kabupaten atau di provinsi,” kata Satriwan.
Ia menekankan, field trip atau studi lapangan merupakan kebutuhan untuk proses pembelajaran dalam rangka memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.
Field trip juga membuka mata bahwa tempat belajar tak hanya sekolah dan kelas, melainkan bagaimana menjadikan ruang kelas itu adalah lingkungan sosial, alam di sekitar sekolah menjadi laboratorium pembelajaran.
“Nomor dua (field trip) ini menjadi ini kebutuhan, negara-negara maju juga melakukan yaitu bagaimana membawa murid ke luar kelas untuk belajar,” tambah Satriwan.