Hal-hal yang bisa dipelajari dari negara-negara paling bahagia sedunia

- Penulis Berita

Selasa, 25 Maret 2025 - 07:25 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Finlandia kembali dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia untuk kedelapan kalinya secara berturut-turut.

Para ahli menyebut mudahnya akses untuk menikmati alam dan sistem kesejahteraan yang mumpuni disebut sebagai faktor utama di balik tren ini.

Finlandia mengungguli tiga negara Nordik lainnya dalam Laporan Kebahagiaan Dunia 2025 yang disponsori PBB.

Dari Amerika Latin, Kosta Rika dan Meksiko berhasil masuk 10 besar untuk pertama kalinya.

Inggris dan Amerika Serikat mengalami penurunan peringkat, masing-masing ke posisi 23 dan 24 (posisi terendah sepanjang sejarah untuk AS).

Adapun Indonesia berada di posisi 83 atau turun tiga peringkat dari tahun sebelumnya.

Pertanyaan yang lebih besar adalah: apa hakikat dari kebahagiaan itu sendiri? Apa yang bisa kita lakukan untuk menjadi lebih bahagia?

Perasaan bahagia sebetulnya dapat dijelaskan melalui sains. Tubuh kita membutuhkan keseimbangan empat hormon penting: dopamin, oksitosin, serotonin, dan endorfin.

Semua orang pasti pernah berhadapan dengan tantangan kesehatan mental. Akan tetapi, sebenarnya ada langkah-langkah sederhana untuk menyeimbangkan kondisi kimia tubuh dan meningkatkan ketentraman.

Owen O’Kane, psikoterapis dan penulis buku Addicted to Anxiety, mengurangi stres adalah yang paling utama. Dia menyebut kesibukan masa kini membuat orang-orang cenderung tidak bahagia.

“Selama bertahun-tahun, yang menjadi perbincangan adalah melakukan lebih banyak hal—budaya kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi,” ujarnya.

“Padahal sudah ada banyak bukti tentang manfaat dari melakukan lebih sedikit serta mempraktikkan meditasi dan kesadaran penuh [mindfulness].”

O’Kane menekankan budaya “selalu aktif” memicu generasi yang cemas dan kecanduan akan proses kecemasan.

“Bagi kebanyakan orang, kecanduan…datang dengan rangsangan dan janji untuk ditenangkan, atau pelarian,” imbuhnya.

“Kecemasan datang dengan janji untuk membuatmu aman.”

Dia menjelaskan bahwa orang-orang terjebak dalam pemikiran berlebihan dan perilaku yang menyertainya.

Mereka merasa bahwa, tanpa proses kecemasan, sesuatu yang salah akan terjadi dan “hidup dengan tingkat kekhawatiran yang terus bertambah” adalah hal yang normal.

Mengenali ambang batas stres

Dr. Claire Plumbly, psikoterapis dan penulis buku Burnout: How to Manage Your Nervous System Before it Manages You, memperingatkan bahwa stres bisa menumpuk seiring berjalannya waktu.

Artinya, satu kejadian kecil saja bisa memecah stres di kepala. Tiba-tiba saja Anda berteriak pada orang asing atau menangis tersedu-sedu karena sebuah lagu.

Baca Juga :  5 Tradisi Pulang Kampung di Berbagai Negara Selain Mudik Lebaran

Dr. Plumbly mengatakan bahwa ‘ledakan’ ini bisa menjadi tanda peringatan: “Keletihan psikologis [burnout] pada dasarnya adalah reaksi stres. Ini adalah perasaan terkuras, lesu, kelelahan emosional ketika Anda kehilangan seluruh spektrum pengalaman Anda.”

Rasa jengkel berubah menjadi perasaan lepas atau tidak acuh. Anda pun menjadi terlalu lelah untuk memberikan kasih sayang. Bagi orang tua atau pengasuh, ini bisa sangat meresahkan.

Untuk mencegahnya sejak dini, Dr. Plumbly menyarankan untuk mengukur perasaan Anda dengan skala burnout 1-5 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk mendapatkan perspektif.

“Siapa pun yang mendapat skor di atas tiga berada dalam rentang burnout,” tambahnya.

Stres kronis akan terasa dalam tubuh, menurut ahli saraf. Mereka menyarankan orang-orang untuk mempelajari tanda-tanda fisik ketika stres meningkat.

O’Kane mengatakan masalah tekanan darah dan himpitan dada adalah tanda-tanda yang umum terjadi. Ini karena tubuh dapat merasa “terbatas dan waspada, menunggu untuk menghadapi ancaman”.

Rasa nyeri, kabut otak, bahkan sesak napas atau sakit kepala juga bisa terjadi.

O’Kane mengajarkan teknik untuk melepaskan ketegangan ke klien-kliennya.

Dia menyarankan untuk berjalan-jalan atau mengulangi mantra yang dapat membantu menenangkan otak.

“Biarkan tubuh rileks, meski hanya beberapa menit dalam satu waktu,” ujarnya.

Luangkan lebih banyak waktu di alam

Hampir seperlima warga AS kini menghabiskan kurang dari lima belas menit di luar ruangan dalam satu hari, menurut data Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA).

Padahal, menyempatkan diri berada di alam terbuka, meski hanya sesaat seperti jam makan siang, memberikan manfaat besar bagi kesehatan mental.

“Tambahkan lima menit di sela-sela kegiatan sehari-hari, misalnya saat menjemput anak dari sekolah atau berjalan kaki ke kantor,” saran Dr. Plumbly.

“Tinggalkan ponsel Anda saat keluar, dan luangkan lima menit tambahan di luar dalam perjalanan.”

Menyisipkan momen-momen kecil ini memberi kita kesempatan untuk menenangkan diri.

“Sistem saraf kita secara alami mengenali tanda-tanda alam sebagai tempat aman, bahkan sebelum kita menyadarinya,” jelasnya.

“Memang ini bukan solusi instan, tapi seiring waktu ini akan meningkatkan kesejahteraan.”

Baca Juga :  Legenda Tinju George Foreman Meninggal Dunia

Dr. Plumbly menambahkan, “Sistem saraf otonom kita selalu waspada terhadap ancaman, tetapi ini juga terhubung untuk merasakan keamanan di alam. Jadi, bahkan melihat foto pemandangan atau gambar yang menenangkan pun bisa membantu kita rileks.”

Senada Owen O’Kane, mengatakan menghabiskan waktu di alam memungkinkan kita menikmati momen yang ada.

“Biarkan otak beristirahat dan mengisi ulang, pasti kita akan merasa lebih baik,” ujarnya.

O’Kane menyarankan agar kita menyisipkan “momen-momen kecil” ini dalam jadwal harian.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa detoksifikasi digital dan menghabiskan lebih banyak waktu di alam dapat mengurangi stres.

Sebuah studi tahun 2023 yang diterbitkan di jurnal The Lancet oleh universitas-universitas Jepang menemukan bahwa “mandi hutan” memberikan efek “penyembuhan” dan pemulihan bagi pekerja kantor Jepang yang stres.

Bernyanyi meski kurang merdu, meningkatkan fungsi otak Anda

Penelitian dari University College London (UCL) menunjukkan bahwa bernyanyi tidak hanya meningkatkan kapasitas paru-paru, tetapi juga memperbaiki suasana hati.

Bersenandung dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, membantu mengontrol tekanan darah, bahkan mengurangi dengkuran.

Dr. Daisy Fancourt, profesor madya psikobiologi dan epidemiologi di UCL, dalam wawancara dengan Michael Mosley untuk Radio 4, mengatakan dirinya telah melakukan studi tentang ini.

Eksperimen Dr. Fancourt pada kelompok penyanyi mengungkapkan penurunan hormon stres, kortisol, setelah bernyanyi. Selain itu, terjadi penurunan peradangan dalam sistem kekebalan tubuh mereka.

“Kami mengukurnya dengan melihat pembawa pesan kimia yang disebut sitokin, yang mengatur respons peradangan kami,” katanya.

“Ini penting karena kami tahu peradangan terkait dengan kesehatan mental, khususnya gejala depresi kami.”

Walau suara Anda mungkin tidak merdu, bernyanyi dapat memberi Anda kesenangan alami.

Penelitian menunjukkan bahwa bernyanyi bahkan dapat memiliki efek yang mirip dengan ganja. Endokannabinoid adalah kelas senyawa kimia yang baru ditemukan, yang secara alami ditemukan di dalam tubuh dan memiliki tindakan yang mirip dengan komponen aktif tanaman ganja.

Bernyanyi lebih sering dan dalam kelompok tidak hanya mengurangi isolasi sosial, tetapi juga dapat membantu memperkuat “cadangan kognitif” Anda.

Ahli saraf menggambarkan cadangan kognitif sebagai persediaan yang diandalkan otak Anda untuk melewati masa-masa sulit.

Baca Juga :  Arkeolog Spanyol Temukan Pahatan Batu Usia 200.000 Tahun Buatan Manusia Purba

Ibaratnya seperti punya dana darurat ketika ekonomi sulit.

Sebuah studi yang diterbitkan oleh jurnal Neurology pada tahun 2022 menemukan bahwa sejumlah hobi seperti mempelajari bahasa kedua atau alat musik, menciptakan cadangan ini yang dapat melindungi otak yang menua dari serangan demensia.

Hindari penggunaan media sosial berlebihan

Berbagai penelitian dalam dekade terakhir menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dapat memperkuat relasi.

Di sisi lain, media sosial juga dapat menyebabkan stres yang luar biasa. Gawai ini bisa memicu tekanan untuk membandingkan diri dengan orang lain, serta meningkatkan kesedihan dan perasaan terisolasi.

Semua ini menimbulkan risiko serius bagi kesehatan mental Anda.

Studi Universitas Leeds tahun 2022 menunjukkan bahwa lebih dari separuh orang yang mengikuti survei menggunakan ponsel lebih sering dibandingkan sebelum masa pandemi.

Jadi, tinggalkan kebiasaan menggulir berita buruk di media sosial. Sebagai gantinya, lebih seringlah membangun hubungan dengan teman dan keluarga di kehidupan nyata.

Psikiater Robert Waldinger, direktur studi terlama tentang kebahagiaan dari Universitas Harvard, memperingatkan tentang hal ini.

Temuan Waldinger dari analisisnya tentang kebahagiaan dan kepuasan sejati yang memakan waktu 86 tahun mengungkapkan pesan yang jelas.

“Hubungan yang baik membuat kita lebih bahagia dan sehat, dan kesepian bisa membunuh. Dampaknya sama kuatnya dengan merokok atau alkoholisme,” paparnya.

Pidato TED Waldinger kini telah ditonton lebih dari 13 juta kali dan dia yakin bahwa orang yang lebih terhubung secara sosial “secara fisik lebih sehat dan hidup lebih lama.”

Jadi, alih-alih menggulir foto teman dan keluarga di ponsel Anda, cetaklah lebih banyak dan gantungkan di tempat yang akan Anda lihat setiap hari di sekitar rumah.

Niscaya ini mengingatkan Anda untuk tetap menjaga hubungan baik dengan mereka.

  • Apa yang harus dilakukan jika Anda mengalami insomnia?
  • Pil vitamin dan berenang di air dingin, bisakah meningkatkan sistem kekebalan tubuh?
  • Tradisi Melukat di Bali semakin populer bagi wisatawan, tapi mengapa warga Bali khawatir?
  • Finlandia negara paling bahagia, Indonesia peringkat 96 dari 156 negara
  • Cara sains mengajarkan kita agar tetap bahagia
  • Anak muda di Indonesia termasuk yang paling bahagia di dunia

Berita Terkait

5 Masjid Bersejarah di Indonesia untuk Wisata Religi, Ada yang Sejak Abad ke-15
Liburan ke Bali Saat Nyepi? Ini 10 Hal yang Perlu Diketahui Wisatawan
Desa di Bali yang merayakan Nyepi dengan cara berbeda – ‘Dengan cara apa pun Tuhan disembah, niscaya akan diterima’
Umat Hindu Bali Gelar Melasti saat Puncak Mudik, Tanah Lot Ramai Pemedek
Arkeolog Spanyol Temukan Pahatan Batu Usia 200.000 Tahun Buatan Manusia Purba
5 Tradisi Pulang Kampung di Berbagai Negara Selain Mudik Lebaran
Legenda Tinju George Foreman Meninggal Dunia, Mike Tyson Beri Hormat
Legenda Tinju George Foreman Meninggal Dunia

Berita Terkait

Sabtu, 29 Maret 2025 - 07:52 WIB

5 Masjid Bersejarah di Indonesia untuk Wisata Religi, Ada yang Sejak Abad ke-15

Kamis, 27 Maret 2025 - 19:12 WIB

Liburan ke Bali Saat Nyepi? Ini 10 Hal yang Perlu Diketahui Wisatawan

Kamis, 27 Maret 2025 - 18:37 WIB

Desa di Bali yang merayakan Nyepi dengan cara berbeda – ‘Dengan cara apa pun Tuhan disembah, niscaya akan diterima’

Kamis, 27 Maret 2025 - 10:50 WIB

Umat Hindu Bali Gelar Melasti saat Puncak Mudik, Tanah Lot Ramai Pemedek

Selasa, 25 Maret 2025 - 07:25 WIB

Hal-hal yang bisa dipelajari dari negara-negara paling bahagia sedunia

Berita Terbaru

Berita

Video Of Father And Daughter In Kenya

Jumat, 11 Apr 2025 - 09:02 WIB

Mc Mirella E Dynho, Ini Latar Belakang Jadi Trending

Berita

Mc Mirella E Dynho, Ini Latar Belakang Jadi Trending

Jumat, 11 Apr 2025 - 09:02 WIB