JAKARTA, JABAR.RAGAMUTAMA.COM – Pengemudi Mitsubishi Pajero Sport dan Toyota Fortuner terlibat kecelakaan di ruas Jalan Tol Pondok Ranji.
Dalam video yang diunggah oleh akun TikTok esanurgalih, diduga akar masalah kecelakaan tersebut adalah arogansi dan mengedepankan emosi, bukan keselamatan.
“Akibat mengedepankan emosi, ya begini jadinya….,” tulis keterangan video yang dikutip Kompas.com, Selasa (25/3/2025).
Berdasarkan kronologi yang dipaparkan, Fortuner melaju di bahu jalan sebelah kiri, namun tidak diberikan jalan oleh Pajero yang berada di lajur satu.
Karena keduanya tidak mau mengalah dan sudah terbakar emosi, pengemudi Pajero kemudian menabrakkan mobilnya ke Fortuner, sehingga Pajero menabrak pembatas jalan dan posisi Fortuner berbalik arah.
Menariknya, dalam video tersebut, baik Pajero maupun Fortuner merupakan mobil yang sering disorot di jalan karena perilaku pengemudinya yang kerap dianggap arogan.
Pajero dan Fortuner dikenal sebagai mobil yang sering ugal-ugalan di jalan tol, sering ngebut dari bahu jalan, dan sering meminta jalan secara kasar saat berada di jalan raya.
Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, saat ini stigma Pajero dan Fortuner sebagai mobil yang arogan sudah terlanjur tertanam di masyarakat.
Namun Jusri menerangkan bahwa jika pertanyaannya mengapa Pajero dan Fortuner dianggap sebagai mobil yang arogan oleh masyarakat maka jawabannya tidak sederhana.
“Jawabannya tidak sesederhana itu, bukan hanya karena mereka membawa mobil mahal,” kata Jusri kepada Kompas.com, Selasa (25/3/2025).
Pertama kata Jusri, pengguna Pajero dan Fortuner kerap terlihat ugal-ugalan sehingga mencerminkan tindakan arogan karena dimensi kedua mobil yang besar.
“Efek mobil besar. Dimensi mobil yang besar sering kali membuat pengemudi merasa lebih berkuasa, seperti halnya sopir truk yang ugal-ugalan di jalur Pantura,” kata Jusri.
“Pengemudi SUV besar yang tinggi dan gagah secara fisik merasa lebih superior (karena posisi duduk yang lebih tinggi). Karena mobil besar, mereka cenderung mengambil jalur orang lain tanpa disadari, yang bisa melampaui batas logika manusia karena secara fisik mereka merasa di atas,” katanya.
Kedua kata Jusri, ialah soal simbol status sosial. Tak dipungkiri image Pajero dan Fortuner sebagai mobil stater pack orang kaya cukup melekat di benak masyarakat.
“Simbol status sosial. Kedua jenis mobil ini sering diasosiasikan dengan orang kaya, pejabat, atau orang dengan status sosial tinggi,” katanya.
“Secara psikologis, pengemudi merasa lebih penting dan bertindak lebih seenaknya di jalan. Ini menyebabkan mereka enggan memberi jalan kepada orang lain, meskipun bisa berbahaya dan berpotensi menyebabkan senggolan,” ujar Jusri.
Ketiga yaitu efek sosial media. Jusri mengatakan, banyaknya video pengemudi Pajero dan Fortuner yang disebarkan di media sosial semakin menguatkan citra pengemudi yang arogan di jalan.
“Berita tentang kejadian tidak normal yang melibatkan mobil-mobil besar ini sering tersebar luas. Tindakan arogan mereka sering kali mencolok, terekam, dan disebarkan,” katanya.
“Ini menyebabkan munculnya anggapan bahwa semua pengemudi mobil seperti Pajero atau Fortuner bersikap arogan, padahal tidak semua pengemudi seperti itu. Ini adalah fenomena generalisasi,” ungkap Jusri.
Keempat kata Jusri faktor sopir. Sebetulnya belum tentu sang pemilik yang jalan sembrono bisa jadi yang mengendarai mobil ialah sopir yang kurang adab saat mengemudi.
“Banyak pengemudi mobil-mobil besar ini adalah sopir yang mengendarai mobil pejabat atau bos. Hal ini memengaruhi cara mereka memperlakukan pengendara lain di jalan,” katanya.
Kelima, terakhir, Jusri mengatakan, persepsi juga membentuk stiga bahwa pengemudi Pajero dan Fortuner ialah orang yang tidak memperdulikan keadaan orang lain di jalan/
“Persepsi. Karena mobil-mobil besar sering menjadi sorotan, ada bias persepsi yang terbentuk,” katanya.
“Pengemudi mobil besar sering dianggap ugal-ugalan dan tidak sopan, yang langsung dianggap sebagai konfirmasi bahwa semua pengemudi Pajero dan Fortuner bersikap arogan. Ini terjadi karena branding yang ada,” ujar Jusri.
Hal yang penting dicatat kata Jusri, arogan atau tidak bukan perkara mobilnya, tetapi pengemudinya yang mempengaruhi situasi di jalan.
Budiyanto, pengamat masalah transportasi dan hukum menilai, adanya kesan mobil Pajero dan Fortuner arogan tidak bisa dipukul rata, tapi dilihat dari pengemudinya masing-masing.
“Menurut hemat saya tidak demikian. Mungkin karena kedua mobil tersebut berukuran cukup besar dan sering berlalu lintas mengambil lajur kanan dan ngebut sehingga timbul kesan arogan,” katanya.
“Semua tergantung kepada masing-masing individu,” kata Budiyanto.