JABAR.RAGAMUTAMA.COM – Legenda Perancis, Emmanuel Petit, menyampaikan sebuah solusi agar Indonesia bisa terus memiliki tim nasional yang tangguh.
“Saya pikir ada sebuah solusi untuk Indonesia,” tutur Emmanuel Petit kepada JABAR.RAGAMUTAMA.COM, dalam sesi interviu di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (24/3/2025).
BrainEye, perusahaan teknologi kesehatan asal Australia, memfasilitasi sesi wawancara dengan Emmanuel Petit yang bertugas sebagai brand ambassador.
Ketika berbicara dengan JABAR.RAGAMUTAMA.COM, Emmanuel Petit menyinggung banyak hal, seperti memori indahnya menjuarai Piala Dunia 1998, kekagumannya terhadap Zinedine Zidane, hingga Timnas Indonesia yang sempat disaksikannya langsung di Australia beberapa waktu lalu.
“Fakta bahwa kami memenangi Piala Dunia di negara sendiri, di depan keluarga, di hadapan teman saya, di depan para suporter. Kita lihat setelah laga momen selebrasi di Champs-Elysees, ribuan orang di jalan,” tutur Emmanuel Petit soal kesuksesan Perancis juara Piala Dunia 1998 di rumah sendiri.
“Orang kaya, miskin, kulit putih, kulit hitam. Itulah kenapa saya suka sepak bola. Sebuah momen persatuan yang sejati.”
“Menjuarai Piala Dunia merupakan perasaan yang luar biasa, sebuah emosi yang tak terbayangkan,” katanya kepada JABAR.RAGAMUTAMA.COM dengan penuh semangat.
Pemain Keturunan
Ketika menjuarai Piala Dunia 1998 Perancis memiliki skuad yang multikultural. Bahkan, nama-nama semodel Patrick Vieira (lahir di Senegal), Lilian Thuram (Guadaloupe), dan Marcel Desailly (Ghana) tak lahir di Negeri Napoleon yang berbentuk heksagon ini.
Robert Pires meski lahir di Perancis punya garis keturunan Spanyol. Sementara itu, ayah dari David Trezeguet merupakan orang Argentina.
Bagi Petit, bukan sebuah masalah ketika sebuah tim nasional dihuni oleh pemain keturunan atau bahkan mereka yang lahir di negara lain.
Perkembangan sepak bola di era modern tak bisa dilepaskan dari fenomena ini seiring kian dinamisnya perpindahan manusia di dunia.
“Saya mendengar beberapa orang yanng tak suka dengan ini, tapi saya juga mendengar ada yang bilang bahwa sulit untuk menahan orang tetap berada di negaranya. Semua orang bergerak, semua orang bepergian,” ucap Petit kepada JABAR.RAGAMUTAMA.COM.
Petit pun turut membahas fenomena pemain naturalisasi di Indonesia. Ia menyebut naturalisasi merupakan hal yang bisa diterima dalam lanskap sepak bola modern, asalkan ada hasil nyata.
“Saya tahu masa kolonialisme Belanda di Indonesia. Sekarang FIFA telah mengubah regulasinya,” ucap Petit.
“Anda dapat mengambil pemain yang punya garis keturunan meski dia tak lahir di negara itu.”
“Saya rasa itu hal yang bagus. Sekarang tidak menjadi masalah selama ada hasilnya, tim meraih kemenangan,” tutur pemain yang mencetak satu gol dan satu assist di final Piala Dunia 1998 itu.
Pembangunan Level Akar Rumput
Menaturalisasi pemain adalah satu hal, tetap Petit melihat ada aspek fundamental lain yang tak boleh dilupakan Indonesia dalam membangun sepak bola.
“Saya pikir ada sebuah solusi untuk Indonesia,” katanya kepada JABAR.RAGAMUTAMA.COM
“Ini adalah untuk mulai membangun dari akar rumput. Indonesia adalah negara yang sangat besar, sangat, sangat besar. potensinya sangat fenomenal.”
“Saya tidak tahu mengapa negara sebesar ini tidak memiliki kompetisi yang layak, profesional, akademi dari akar rumput.”
“Anda tahu, membawa pemain dari luar, pemain dengan garis keturunan Indonesia adalah sebuah solusi. Tapi saya pikir, bagi saya, solusi terbaik adalah kembangkanlah bakat-bakat muda kalian sendiri,” kata Emmanuel Petit yang mengoleksi 63 penampilan bagi Perancis.
Emmanuel Petit mencontohkan negaranya, Perancis, yang melalui proses panjang sebelum konsisten menjadi kekuatan papan atas dalam sepak bola.
Salah satu tonggak dari fokus Perancis menempa talenta muda adalah dengan dibukanya sentra pelatihan elite nasional di Clairefontaine pada 1988.
Perancis kian serius membenahi pengembangan sepak bola di level bawah dan usia muda usai mereka gagal lolos ke Piala Dunia 1990. Kekecewaan yang juga dirasakan oleh Petit sendiri.
“Berikan mereka kesempatan untuk menjadi pesepak bola profesional. Pengembangan pemain, Anda harus membangunnya di Indonesia dari akar rumput, selangkah demi selangkah,” kata Emmanuel Petit.
Petit mengatakan bahwa butuh kesabaran untuk melakukan ini. Tetapi, ketelatenan itu berbuah manis untuk Perancis yang sejak Clairefontaine dibuka, tim nasional mereka telah dua kali menjadi juara Piala Dunia, yakni pada 1998 dan 2018.
Perancis kini juga menjadi salah satu bank talenta pemain paling kaya di Eropa, bahkan dunia.
“Itu adalah perjalanan yang sangat panjang, tetapi terbukti berhasil. ?Lihatlah apa yang telah kami lakukan di Prancis, dalam kurun waktu 40 tahun.”
“Maksud saya, kami mengembangkan klub-klub secara profesional, kompetisi, pada waktu bersamaan kami mengembangkan setiap akademi klub-klub profesional, tetapi juga, di tingkat amatir, di level bawah, akar rumput.”
“Segala sesuatunya berjalan seperti seperti pohon dan itu menuju ke atas, ke level profesional, ke tim nasional,” kata pria yang mengawali karier profesional di AS Monaco itu.
Bagi Petit, Indonesia tak bisa hanya melulu berfokus kepada pembangunan tim nasional.
“?Itu butuh waktu, tapi berhasil. Anda harus memiliki keinginan yang kuat secara politik juga. Ini tidak sulit, karena sebenarnya Indonesia hanya berkonsentrasi kepada tim nasional, itu hal bagus.”
“Tetapi, jika Anda ingin membawa dedikasi yang kuat kuat untuk tim nasional, Anda harus membangunnya dari bawah. Itu adalah solusi bagi saya,” kata Petit menjelaskan.